2016 is a transition year for AIPJ. For information on 2011-2015 programs, please click 'Completed Programs' button

Bahas Akta Kelahiran, Badilag-PEKKA Selenggarakan Semiloka

Jakarta | Disadur dari : Badilag.net
Ditjen Badilag bersama dengan LSM Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) akan menyelenggarakan seminar dan lokakarya bertajuk “Pemenuhan Akta Kelahiran Sebagai Wujud Pemenuhan Hak Asasi Manusia”. Kegiatan yang disokong oleh Australia-Indonesia Partnership for Justice (AIPJ) itu akan digelar di Jakarta, 10-13 Desember 2012.

Seminar akan diikuti oleh sekitar 125 orang. Mereka berasal dari berbagai instansi pusat dan daerah, termasuk media massa. Sementara itu, lokakarya akan dihadiri oleh sekitar 80 orang, yang merupakan perwakilan dari pengadilan negeri, pengadilan agama, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil serta perwakilan PEKKA.

Peserta dari peradilan agama berjumlah 25 orang, dengan rincian 22 laki-laki dan tiga perempuan. Mereka berasal dari 18 wilayah. Mayoritas adalah ketua PA.

Sebelum seminar, Ketua MA Hatta Ali diagendakan memberikan keynote speech. Setelah itu acara dilanjutkan dengan talkshow dengan narasumber Direktur Hukum dan HAM Bappenas Diani Sadiawati, Dirjen Badilum Cicut Sutiarso, Sekretaris Ditjen Badilag Farid Ismail dan narasumber dari Kemendagri.

Setelah makan siang, acara dilanjutkan dengan berbagi pengalaman. Tiga praktisi akan menjadi narasumber. Mereka adalah Ketua PN Stabat Diah Sulastri Dewi, Ketua PA Karawang Rokhanah dan mantan Dirjen Badilag sekaligus konsultan AIPJ Wahyu Widiana. Esok harinya, para peserta akan melakukan lokakarya.

Berdasarkan kerangka acuan yang disusun PEKKA, salah satu tujuan kegiatan ini adalah untuk membagi strategi bersama antara peradilan umum, peradilan agama, Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil, serta pencari keadilan dalam mengimplementasikan SEMA Nomor 6 Tahun 2012 dan SE Mendagri Nomor 427.11/3647/SJ mengenai Akta Kelahiran.

Mengutip data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia, PEKKA mengungkapkan bahwa anak Indonesia yang berusia di bawah 5 tahun yang memiliki akta kelahiran kurang dari 50 %. Ini mengakibatkan Indonesia menjadi negara yang jumlah pencatatan kelahirannya terendah di dunia.

Data ini diperkuat hasil penelitian PEKKA pada tahun 2007-2009. Hasil penelitian itu menunjukkan, 56 % anak anggota PEKKA yang disurvei tidak memiliki akta kelahiran. Di Aceh, bahkan 87 % anak anggota PEKKA tidak punya akta kelahiran.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya jumlah anak yang memiliki sertifikat kelahiran. Menurut PEKKA, pernikahan tidak tercatat atau kawin sirri turut menjadi alasan rendahnya pencatatan kelahiran. Ini karena anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang disahkan oleh negara hanya tercatat sebagai anak ibu. Masyarakatpun ragu mencatatkan kelahiran anak mereka.

sumber: http://www.pta-surabaya.go.id/index.php/menu-artikel/berita-umum/96-artikel-umum/1524-bahas-akta-kelahiran-badilag-pekka-selenggarakan-semiloka