
Ketua Kamar Peradilan Agama MA Menerima KCSK dan AIPJ: Membahas Persoalan Identitas Hukum
Ketua Kamar Peradilan Agama Mahkamah Agung, Andi Syamsu Alam, menerima audiensi Ketua Konsorsium Catatan Sipil dan Kependudukan Lies Sugondo dan Senior Adviser Program Identitas Hukum AIPJ, Rabu lalu, di gedung Mahkamah Agung, Jakarta.
Kedatangan Lies Sugondo dan Wahyu Widiana kepada tokoh no 1 bidang yudisial lingkungan peradilan agama Mahkamah Agung ini berkaitan dengan bidang identitas hukum warga negara Indonesia.
Lies Sugondo, yang pernah menjabat sebagai Dirjen BadilumTUN periode 1992-1998, bermaksud melakukan konsultasi mengenai beberapa masalah hukum paska dikeluarkannya Putusan MK berkaitan dengan pencatatan kelahiran yang terlambat di atas satu tahun.
Sedangkan Wahyu Widiana, yang pernah bertugas sebagai Dirjen Badilag MA, periode 2005-2012, bermaksud mengundang Andi Syamsu Alam dalam pertemuan terbatas antara pihak Ditjen Badilag Mahkamah Agung, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama dan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Pertemuan terbatas yang akan difasilitasi oleh Kemitraan Australia Indonesia untuk Keadilan, AIPJ, ini bertujuan untuk menjajagi kerjasama di antara 3 instansi ini, khususnya dalam pelayanan terpadu penanganan akta kelahiran, akta nikah dan akta cerai. Pertemuan direncanakan di Jakarta tanggal 19 Juni 2013.
Di ruang kerjanya di gedung Mahkamah Agung Jalan Merdeka Utara Jakarta, Ketua Kamar Peradilan Agama Andi Syamsu Alam (kiri) sedang berbincang dengan Mantan Dirjen BadilumTUN Lies Sugondo dan Mantan Dirjen Badilag Wahyu Widiana, Rabu, 5 Juni 2013. (foto: Yusuf).
Permasalahan Akta Kelahiran, Akta Nikah dan Akta Cerai Paska Putusan MK.
Putusan MK No 18/PUU-XI/2013 yang berlaku sejak 1 Mei 2013 intinya menyatakan bahwa pencatatan kelahiran yang terlambat lebih dari satu tahun, kini tidak perlu lagi melalui penetapan pengadilan negeri, sebagaimana ketentuan UU 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan, tapi langsung diproses di Kantor Catatan Sipil. Pertimbangan utamanya adalah untuk memudahkan masyarakat.
Lies Sugondo melihat ada persoalan hukum yang harus dipecahkan sebagai akibat dari putusan MK ini. Persoalan inilah yang didiskusikan jalan keluarnya, dengan Ketua Kamar Peradilan Agama. Lies juga berniat untuk konsultasi dengan beberapa pihak, termasuk dengan pimpinan Mahkamah Agung yang terkait.
Di antara persoalan itu adalah mengenai dasar apa yang dipegang oleh Catatan Sipil bahwa seseorang adalah anak dari suatu pasangan suami-isteri. Kalau ada keterangan lahir dari Bidan atau pihak berwenang lainnya, tidak masalah. Tapi kalau tidak ada, apalagi kelahiran itu sudah lebih dari satu tahun, atau mungkin sudah belasan atau puluhan tahun lalu, apa yang dapat dijadikan pegangan?, tanya Lies.
Lies sendiri menjawabnya dasarnya adalah keterangan saksi. Lalu Lies bertanya lagi, siapa yang memeriksa dan menyumpah saksi? Apa mempunyai kekuatan hukum jika saksi diperiksa dan disumpah oleh pejabat administrasi, tidak oleh hakim/pengadilan? Ini harus ada solusinya, tegasnya.
Lies Sugondo dan Andi Syamsu Alam sepakat bahwa kini potensi adanya manipulasi identitas hukum semakin besar. Hal ini dimungkinkan lebih mudahnya penyelundupan hukum, misalnya dimanfaatkan untuk kepentingan trafficing (jual-beli orang). Manipulasi identitas ini juga dapat menimbulkan masalah dalam kewarisan. Oleh karena itu kehati-hatian kini harus lebih ditingkatkan lagi.
Memang, nampaknya pihak kantor Catatan Sipil juga kini sedang memikirkan mekanisme pencatatan kelahiran yang terlambat di atas satu tahun, paska putusan MK tersebut. Tugas dan tanggung jawab Catatan Sipil kini semakin berat.
Di samping itu, pencatatan kelahiran sangat terkait dengan kepemilikan akta nikah, atau akta cerai, sebab salah satu syarat diterbitkannya akta kelahiran, jika nama ayah ingin dicantumkan pada akta, harus ada akta nikah atau akta cerai.
Padahal, tidak sedikit pasangan suami isteri yang tidak memiliki akta nikah atau akta cerai. Akibatnya, proses pemilikan akta kelahiran menjadi terkendala, kecuali jika dalam akta kelahiran itu hanya dicantumkan nama ibunya saja. Tapi, ini kan mempunyai konsekwensi besar bagi si anak.
Pelayanan Satu Atap, Pelayanan Keliling dan Pelayanan Prodeo.
Permasalahan pencatatan akta kelahiran yang merupakan salah satu hak dasar bagi warga negara dari tahun ke tahun terus bergulir. Kekurang-tahuan masyarakat, lemahnya kesadaran dan kesiapan aparat, keterbatasan anggaran, kemiskinan, keterpencilan dan lainnya masih merupakan permasalahan yang harus diatasi.
Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil tak henti-henti melakukan upaya peningkatan kepemilikan akta kelahiran dan sudah banyak menghasilkan kemajuan. Namun karena kompleksnya persoalan dan sangat banyaknya warga yang tidak memiliki akta kelahiran, maka kemajuan itu sepertinya jalan di tempat.
Program Legal Identity AIPJ menaruh perhatian dan mendukung peningkatan pelayanan keliling yang sudah berjalan di beberapa tempat. Pelayanan keliling itu dapat dikombinasikan dengan pelayanan prodeo dan pelayanan satu atap.
Seseorang, yang hendak mencatatkan kelahirannya namun orang tuanya tidak mempunyai surat nikah, dapat dilayani melalui pelayanan terpadu antara Pengadilan Agama (atau Pengadilan Negeri bagi non Muslim), KUA dan Kantor Catatan Sipil.
Pertama, layanan dilakukan oleh PA untuk itsbat nikah, lalu penetapan PA dijadikan dasar oleh KUA untuk mencatatkan pernikahan dan mengeluarkan buku nikahnya. Untuk anak-anaknya dapat diterbitkan akta kelahiran oleh Kantor Catatan Sipil.
Jadi, masyarakat tidak harus menghabiskan waktu, tenaga dan biaya besar untuk mengurus akta-akta itu. Bahkan, kalau pelayanan terpadu ini dilakukan secara keliling oleh 3 instansi ini dibarengi dengan program pelayanan prodeo, maka masyarakat akan sangat terbantu.
Wahyu Widiana mengemukakan program layanan seperti ini dan mendapat sambutan positif dari kedua tokoh seniornya itu.
Dukungan Penuh Ketua Kamar Peradilan Agama Kembali Terlontar.
Seperti pernah diberitakan sebelumnya, dalam suatu pertemuan APIJ dengan kalangan mitra kerja di Jakarta bulan lalu, Ketua Kamar Peradilan Agama ini sangat mendukung pelaksanaan pelayanan terpadu antara PA, KUA dan Kantor Catatan Sipil, dengan menyatakan 1000 % saya mendukungnya.
Dalam pertemuan dengan dua mantan Dirjen, dukungan itu juga muncul kembali. Pelayanan satu atap sangat menguntungkan masyarakat, tegasnya penuh semangat.
Bahkan jauh sebelumnya, tokoh nomor 1 di bidang yudisial lingkungan peradilan agama ini selalu mendukung dan mendorong Ditjen Badilag untuk terus meningkatkan program sidang keliling dan prodeo.
Kini tampaknya, pelayanan terpadu yang belum pernah dilaksanakan oleh PA ini sedang terus dipersiapkan oleh Badilag, dengan melakukan kordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Success story pengalaman pelayanan terpadu antara PA Jakarta Pusat dengan Konsulat Jenderal RI di Kota Kinabalu Malaysia dalam pelaksanaan sidang itsbat nikah sekaligus penerbitan buku nikahnya di Kota Kinabalu dan Tawau, yang didukung Pimpinan Mahkamah Agung RI, dapat menjadi modal besar pelaksanaan pelayanan terpadu antara PA, KUA dan Kantor Catatan Sipil di seluruh wilayah tanah air.
Sidang itsbat nikah, yang dilaksanakan sesuai dengan hukum acara dan penuh hati-hati, sehingga tidak dijadikan ajang untuk mengesahkan pernikahan yang melanggar hukum, akan sangat bermanfaat bagi masyarakat luas.
Dalam kenyataan di lapangan, sangat banyak masyarakat, terutama yang rentan, seperti yang miskin dan tinggal di daerah terpencil, tidak memiliki buku nikah bukan karena melanggar hukum, namun karena alasan lain, seperti faktor ketiadaan biaya, ketidaktahuan, keterpencilan bahkan sebagai korban pihak-pihak yang memancing di air keruh.
Semoga pelayanan terpadu dengan kombinasi pelayanan keliling dan prodeo menjadi salah satu upaya signifikan dalam meningkatkan kepemilikan akta kelahiran, akta nikah dan akta cerai, terutama bagi masyarakat rentan, perempuan miskin, anak-anak dan penyandang difabilitas. (AMR).