
Masa Transisi, Posbakum Disorot dari Berbagai Sisi
Jakarta l Badilag.net
Tidak banyak yang tahu, Ditjen Badilag Mahkamah Agung RI sebenarnya telah membuat perencanaan yang cukup matang mengenai pelaksanaan Posbakum dari tahun 2011 hingga 2017. Badilag menginginkan agar tiap tahun ada 50 Posbakum terbentuk dan khusus untuk tahun 2017 ada 59 Posbakum yang dibentuk. Dengan demikian, selama tujuh tahun, maka direncanakan seluruh 359 PA/MS telah memiliki Posbakum.
“Tapi karena ada UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, maka sejak tahun 2013 Posbakum tidak lagi dikelola oleh PA, tapi oleh Kemenkumham. Kita harus melaksanakan UU ini,” ujar Dirjen Badilag Wahyu Widiana, ketika menjadi narasumber dalam lokakarya Posbakum di Jakarta, Senin (16/7/2012).
Lokakarya yang berlangsung selama dua hari ini diselenggarakan oleh Badilag bekerjasama dengan Australia-Indonesia Partnership for Justice (AIPJ). Peserta lokakarya adalah para ketua PA/MS, perwakilan dari Kemenkumham dan organisasi penyedia jasa bantuan hukum.
Dirjen Badilag mengatakan, sebagaimana keinginan banyak kalangan, pihaknya sebenarnya juga menginginkan agar Posbakum ada di setiap PA/MS, sebagaimana diamanatkan oleh UU No 50 Tahun 2009. Tetapi keinginan itu tidak mudah diwujudkan lantaran terbentur anggaran.
“Tahun 2011 kita rencanakan Posbakum ada 50 PA, tapi realisasinya ada di 46 PA. Tahun 2012 kita juga rencanakan Posbakum ada di 50 PA, tapi realisasinya hanya 23. Dengan demikian, sekarang Posbakum baru ada di 69 PA/MS,” tuturnya.
Meski jumlah Posbakum pada 2012 mengalami peningkatan dibanding tahun 2011, ternyata anggaran untuk Posbakum tidak berubah, yakni sekitar Rp 4 miliar. Untunglah, kondisi ini relatif tidak berpengaruh buruk terhadap layanan di Posbakum. Bahkan dari berbagai laporan yang diterima Ditjen Badilag, jumlah pihak yang dilayani Posbakum jauh melampaui target yang ditetapkan.
“Untuk tahun 2011, realisasinya mencapai 300 persen dari target yang ditetapkan. Tahun ini targetnya 21.917 yang dilayani dan hingga Mei 2012 sudah 16.917 yang terlayani,” beber Dirjen.
Dirjen menambahkan, untuk tahun 2013, pengelolaan Posbakum dilakukan oleh Kemenkumham, sedangkan pengelolaan sidang keliling dan prodeo tetap dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Berdasarkan informasi yang diterimanya dari Sekretaris Ditjen Badilag, Bappenas tidak mengkategorikan sidang keliling dan prodeo sebagai bantuan hukum, tetapi pelayanan hukum.
“Jadi, nanti SEMA 10/2010 akan diubah. Yang dimaksud sebagai bantuan hukum hanya Posbakum, tetapi sidang keliling dan prodeo termasuk pelayanan hukum,” Dirjen menerangkan.
Agar pelaksanaan pelayanan Posbakum di PA/MS tahun depan dapat berjalan lebih baik, Dirjen Badilag berharap agar ada koordinasi antara Biro Perencanaan MA dan Biro Perencanaan Kemenkumham, meskipun selama ini koordinasi yang cukup intens telah dilakukan oleh Dirjen Badilag dan Kepala sBPHN—unit kerja di Kemenkumham yang diserahi tanggung jawab mengelola bantuan hukum.
“Koordinasi itu sifatnya sharing saja. Kami tidak bermaksud mengintervensi,” ujar Dirjen.
Dirjen menambahkan, pengalaman PA/MS mengelola Posbakum beserta keberhasilan-keberhasilannya perlu dibagikan kepada berbagai pihak, termasuk pihak Kemenkumham.
“Selama ini kan pengelolaan Posbakum yang kita lakukan diapresasi oleh berbagai pihak. Bahkan Presiden saat pembukaan Konferensi IACA di Istana Bogor pada tahun 2011 juga menyebut keberhasilan bantuan hukum di peradilan agama,” ungkapnya.
Dari kuantitas ke kualitas
Sebagaimana terungkap dalam berbagai kesempatan, dalam bebeberapa hal, ketentuan dalam SEMA 10/2010 yang selama ini dijadikan acuan dalam penyelenggaraan Posbakum di peradilan agama ternyata tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU 17/2011. Selain soal pengelolaan anggaran Posbakum, perbedaan lain yang mencolok ialah soal syarat-syarat penerima bantuan hukum. UU 17/2011 lebih tegas mengatur soal ini, yakni dengan mewajibkan penerima jasa bantuan hukum membawa surat keterangan tidak mampu dan sejenisnya. Hal itu diprediksi berbagai pihak akan mengurangi jumlah masyarakat yang mendapat layanan Posbakum.
Tetapi prediksi itu hendaknya tidak lantas membuat pihak PA/MS kuatir. Justru dengan regulasi tersebut, Posbakum di PA/MS dituntut untuk lebih memperhatikan kualitas, bukan hanya kuantitas.
“Konsekwensinya nanti, kuantitas layanan Posbakum berkurang, karena syaratnya diperketat. Karena itu nanti kualitasnya harus lebih bagus,” ujar Ketua PA Jakarta Selatan Yasardin.
Beralihnya pengelolaan Posbakum dari MA ke Kemenkumham perlu diatur secara jelas dan rinci, khususnya mengenai sirkulasi pendanaan. Hal ini ditekankan Ketua PA Makassar Nahiruddin Malle.
“Kalau sekarang cukup sederhana, dari DIPA langsung ke penyedia jasa Posbakum. Dikuatirkan nanti birokrasinya panjang. Misalnya tiga bulan anggaran baru cair. Itu bisa menghambat pemberian jasa,” ungkapnya.
Model kerjasama antara Kemenkumham, PA/MS dan pemberi jasa Posbakum juga harus dirumuskan sebaik mungkin. “Bagaimana sistem kerjasama antara Kemenkumham, PA dan pemberi jasa?” ujar Ketua PA Palembang Helminizami.
Sementara itu, Ketua PA Mataram Idham Khalid menyoroti penyediaan sarana dan prasarana. “Perlu ada anggaran untuk membangun tempat atau lokasi posbakum di tiap-tiap PA, beserta ATK. Selama ini kan belum ada anggarannya tersendiri,” serunya.
Jam layanan dan beban kerja penyedia jasa bantuan hukum juga jadi perhatian. Di PA Surabaya, petugas Posbakum kerap bekerja lebih dari jam layanan yang diteken dalam MoU.
“Mereka sampai termehek-mehek, saking banyaknya masyarakat yang ingin dibantu. Seringkali petugas Posbakum pulang sampai jam 16.30. Mereka tidak protes, padahal tidak ada tambahan honor,” ujar Ketua PA Surabaya Sulhan.
Lain di PA Surabaya, lain lagi di PA Medan. Di tempat yang disebut terakhir ini, petugas posbakum kerap mengeluh bila jam layanan diperpanjang.
Di luar itu, kompetensi petugas Posbakum juga mendapat sorotan. Seorang petugas Posbakum diharapkan menguasai kekhususan-kekhususan yang dimiliki PA/MS, misalnya dalam hal perkara waris.
“Bagaimana bisa memberikan bantuan hukum dalam perkara waris, kalau tidak menguasai hukum waris,” ujar Direktur LBH IAIN Surabaya Mahir Amin.
(hermansyah)
Sumber : www.badilag.net