Pemerintah Indonesia mengumumkan pembentukan pengadilan baru untuk perlindungan perempuan dan anak
Para aktivis mengatakan bahwa pemerintah harus membentuk suatu sistem pengadilan keluarga yang mengakomodasi hak perempuan dan anak yang telah diabaikan oleh pengadilan agama saat ini.
Pengadilan khusus keluarga harus didirikan di kabupaten/kota dan tingkat banding untuk memproses gugatan perdata, seperi gugatan cerai, dan kasus kriminal, seperti KDRT, demikian usulan dari LBH APIK dan JKP3.
Kasus-kasus perceraian saat ini ditangani oleh pengadilan agama kabupaten/kota, sementara kasus-kasus KDRT ditangani oleh pengadilan negeri.
“Berbeda dengan pengadilan agama saat ini, pengadilan keluarga harus menjadi ‘pengadilan problem solving’, jadi benar-benar memecahkan masalah,” jelas Ratna Batara Munti dari JP3 baru-baru ini. “Tidak hanya memberikan putusan, namun pengadilan tersebut juga harus mampu memberikan solusi konkret dan memberikan hasil positif bagi seluruh pihak terkait sengketa rumah tangga.”
Ratna mengatakan bahwa pandangan patriarkis masih mendominasi para hakim di pengadilan agama kabupaten/kota dalam menangani kasus-kasus perceraian, sehingga menyebabkan pengabaian hak perempuan dan anak.
Sementara itu Nursyahbani Katjasungkana, koordinator nasional LBH APIK, mengatakan bahwa Undang-undang Perkawinan 1974 juga merugikan hak perempuan dan anak. “Undang-undang tersebut memahami pernikahan berdasarkan pandangan patriarkis, bukan kesetaraan gender. Pengadilan agama harus mengadopsi pendekatan berbeda.”
Ratna mengatakan penting sekali membuka pengadilan keluarga untuk menangani kasus-kasus perceraian dan KDRT, mengingat ada kecenderungan korban KDRT menghindari pengadilan pidana.
“Sebagian besar korban, dalam kasus ini para istri, lebih memilih menyelesaikan masalahnya melalui gugatan perceraian di pengadilan agama, alih-alih mengajukan kasusnya ke pengadilan pidana,” kata Ratna. “Para korban ini tidak punya cukup energi untuk menjalani prosedur ganda. Hal ini menyebabkan adanya semacam kekebalan bagi para pelaku kekerasan.”
Menurut Komnas Perempuan, 95 persen dari 110.468 kasus kekerasan terhadap istri di tahun 2011 berakhir dengan gugatan perceraian di pengadilan agama.
Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengatakan bahwa ia ingin mendukung usulan tersebut, karena reformasi undang-undang keluarga amat penting dan pengadilan yang baru akan meningkatkan akses kepada keadilan bagi perempuan dan anak.
“UUD kita dengan jelas menjamin hak-hak perempuan, dan karenanya semua pihak harus mendukung upaya untuk menjunjung tinggi hak-hak tersebut,” kata Akil.
Secara terpisah, Andi Syamsu Alam, ketua pengadilan agama untuk Mahkamah Agung, mengatakan ia akan mempertimbangkan rencana tersebut.
“Kami butuh waktu, karena sekarang sedang dilakukan penelitian terhadap rencana tersebut. Kami menyadari adanya permintaan untuk mengombinasikan urusan perdata dan pidana di sini,” kata Andi.
Sumber: http://www.thejakartapost.com/news/2013/05/08/ri-told-open-new-court-protect-women-children.html