2016 is a transition year for AIPJ. For information on 2011-2015 programs, please click 'Completed Programs' button

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sulawesi Selatan, Ibu Andi Murlina memberikan sambutan dalam diskusi menanggulangi perdagangan orang, Makassar, 11 September 2017.

Memperkuat Kerjasama Antar Badan untuk Mengatasi Perdagangan Manusia di Sulawesi Selatan

Sepanjang 2016, program Kemitraan Australia Indonesia untuk Keadilan 2 (AIPJ2) mendukung penelitian untuk memperkuat peran lembaga peradilan dan hukum dalam menangani kasus-kasus perdagangan manusia di Sulawesi Selatan. AIPJ2 menyelenggarakan sesi diskusi di Makassar pada 11 September untuk membahas temuan penelitian dan langkah-langkah untuk meningkatkan peran dan koordinasi antar instansi dalam meningkatkan penanganan kasus-kasus di Sulawesi Selatan.

Acara dibuka oleh Wakil Konsul Jenderal Australia di Makassar, Ibu Violet Rish, dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tingkat provinsi, Ibu Andi Murlina. Perwakilan dari Polisi, lembaga masyarakat sipil dan advokasi mengenai isu-isu perdagangan manusia juga berpartisipasi dalam diskusi tersebut.

Seperti yang dikutip dalam penelitian ini, perdagangan manusia sering disebut sebagai puncak gunung es di Indonesia. Kejahatan itu tak dapat disangkal lebih besar dari kasus yang bisa diidentifikasi melalui jaksa penuntut. Terlepas dari situasi ini, upaya untuk mengatasi kejahatan ini nampaknya stagnan dari tahun ke tahun.

"Sekarang setelah Undang-Undang tentang Penghapusan Kejahatan Perdagangan Manusia (UU No. 21/2007) sudah ada, kebutuhan untuk memperbaiki koordinasi dengan polisi, pengadilan tinggi, pembuat kebijakan dan organisasi non-pemerintah lebih mendesak," kata Andi Murlina dalam acara pembukaan. Provinsi Sulawesi Selatan termasuk yang pertama menanggapi berlakunya UU No. 21/2007, yang mengacu pada Protokol Palermo 1999. Pada tahun yang sama, Sulsel mengeluarkan Peraturan Daerah No. 9 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak. Provinsi ini telah membentuk Gugus Tugas sebagai jaringan penanganan trafiking. Namun, Gugus berbasis provinsi dan kabupaten ini masih perlu memperbaiki mekanisme koordinasi dan kontrol di tingkat masyarakat.

Dalam diskusi tersebut, para peserta juga menyoroti pentingnya mengenali faktor budaya untuk mencegah perdagangan manusia di masa depan. Tradisi massompe di Bugis dan Makassar, di mana laki-laki dan perempuan meninggalkan rumah untuk mencari pekerjaan yang lebih baik dan meningkatkan pendapatan mereka, tapi sekarang jaringan pendukungnya sudah tidak ada lagi. Tanpa itu, banyak yang terpikat ke dalam perangkap perdagangan manusia. Dalam banyak kasus, pelanggar juga orang yang mereka kenal dan sampai batas tertentu menaruh kepercayaan sebagai patron, dan mungkin tetangga atau perantau sejawat yang telah berhasil meningkatkan status sosial ekonomi.

"Jaring pengaman sosial dari pelanggan seperti itu tidak lagi berfungsi. Negara perlu memainkan peran lebih besar dalam mencegah perdagangan manusia dan tidak hanya mengandalkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  untuk mengambil tindakan, "kata Lies Marcoes, salah satu peneliti.