2016 is a transition year for AIPJ. For information on 2011-2015 programs, please click 'Completed Programs' button

Bersih-Bersih dari Ruang Keluarga

PILIHAN mereka ialah terseret dalam siklus korupsi dengan segala tentakelnya atau mundur kendati konsekuensinya ialah angka yang dibukukan dalam neraca keuntungan usaha tereduksi. Opsi yang menjadi konsekuensi setelah tergabung sebagai agen itulah yang mesti dijalani perempuan pemilik bisnis penyedia jasa perjalanan di Makassar, Sulawesi Selatan. "Setelah menjadi agen Saya Perempuan Antikorupsi (Spak), ia harus konsisten dengan keharusan untuk tidak lagi terlibat dalam praktik mark up anggaran yang dilakukan birokrat dengan meminta kuintansi kosong. Jelas, usaha dia terpengaruh," ujar Yuyuk Andriati Iskak, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Jumat (15/4).

Klien yang terganggu oleh perubahan sikap sang perempuan yang ternyata double agent itu, pengusaha sekaligus agen Spak, bahkan sempat berusaha memengaruhi pelanggan lainnya. "Di satu sisi, ia harus terus membayar gaji pegawai, tetapi di sisi lain pemasukannya sangat sedikit. Itu yang patut dicontoh. Keberaniannya untuk jujur dan menerima segala risiko," kata Yuyuk.

Kisah tentang kesulitan Indonesia bergelut dengan angka kematian ibu dan bayi baru lahir yang dipicu kuantitas dan kualitas fasilitas kesehatan serta perdagangan perempuan lantaran petugas pembuat identitas diri bisa dibayar untuk mengubah usia menggugah para perempuan agen Spak itu. Mereka berasal dari berbagai kalangan, mulai guru, pengusaha, ibu rumah tangga, hingga nenek 60 tahun.

Mengubah kebiasaan
Langkah yang terbilang ekstrem dengan konsekuensi yang mengubah kebiasaan yang semula terasa lazim juga dialami Sitireni Rainiza, guru peserta pelatihan Spak, di Aceh, NAD, 7-9 April lalu. "Saya baru sadar ada banyak perilaku yang keliru, mulai tidak segera masuk kelas saat bel tanda pelajaran sudah dimulai hingga memberikan uang kepada petugas pembuat KTP agar cepat selesai," kata Sitireni. Karena tersentil pelanggaran-pelanggaran yang semula dianggap kecil, Sitireni disadarkan bahwa standar idealisme ialah nurani.

"Saya sempat bertanya, memberikan uang terima kasih itu kan ikhlas. Lalu kami ditanya, kalau kami enggak punya kepentingan dengan orang yang diberi uang itu, pastinya enggak akan kami kasih uang kan?" cerita Reni mengenai salah satu jawaban yang membuatnya tertegun.

Itu memang menohok pasti, tapi tak akan punya arti jika tak berpengaruh pada perubahan sikap sehari-hari. "Ada banyak yang harus diubah. Saya ingin membenahi diri sendiri sembari menularkannya di lingkungan terdekat."

Perempuan pelindung
Silih berganti, sosok perempuan tertangkap tangan melakukan korupsi. Terakhir, Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Subang dan Jaksa di Kejati Jawa Barat melibatkan dua perempuan sebagai tersangka dalam kasus korupsi BPJS Kesehatan. Satu perempuan dalam posisi jaksa dan satu perempuan lainnya merupakan ibu rumah tangga, istri pihak yang sedang berperkara. Kasus itu kian memperpanjang daftar perempuan yang sudah mendekam di balik jeruji karena praktik rasywah.

"Pada kasus-kasus tertentu, sisi emosional perempuan memacu dirinya berbuat apa pun demi melindungi orang yang disayanginya. Kerap kali mereka bersikap aktif agar sang suami yang menjadi tulang punggung keluarga tidak mendekam di balik jeruji besi. Rasa ingin melindungi dari seorang perempuan itu sangat tinggi sehingga mereka yang tidak tahu apa-apa harus juga ikut terseret. Itu yang ironis," ucap Yuyuk.

Sang multitasking
Perempuan dan laki-laki, lanjut Yuyuk, memang punya kesempatan yang sama untuk berlaku koruptif. Namun, perempuan juga punya kesempatan tak kalah istimewa untuk jadi penyebar gerakan antikorupsi. Kemampuan perempuan untuk melakukan banyak kegiatan dalam satu waktu, alias multitasking, dan kegemaran mereka bergelut dalam aneka aktivitas memberikan ruang bagi masuknya aktivitas antikorupsi.

"Seorang ibu kan pasti memiliki kegiatan arisan, pengajian, hingga kumpul reuni," ujar Yuyuk. Kehebohan yang terjadi ketika para ibu berkumpul, seperti lazimnya riuhnya suasana arisan atau reuni, juga terjadi pada Spak yang dilakukan sebagai rangkaian kegiatan di berbagai penjuru negeri.

"Apalagi, jika sudah berkaitan dengan aksi di tiap provinsi. Melalui laman Facebook, mereka berlomba membuat kegiatan yang lebih baik lagi. Duh kalau sudah ngomongin kegiatan, heboh deh semua berkompetisi. Itu menjadi kelebihan perempuan. Maju terus pantang mundur pokoknya," imbuh Yuyuk.

Dalam perannya sebagai pihak yang terlibat intens pada upaya pengungkapan kasus, Siti Juliantari, perempuan di Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW), menyimpulkan sistem negara yang bersih bisa dimulai dari ruang keluarga. Senada dengan Tari, Judhi Kristantini, pengelola Spak, mengatakan, mengikis kebiasaan-kebiasaan yang dianggap sepele bisa menghasilkan perubahan besar.

"Menghapus kebiasaan itu yang menjadi tantangan, kebiasaan memberikan uang rokok, jangan dilestarikan. Kenapa masih mengucapkan terima kasih dengan memberikan uang, lalu bagaimana dengan keluarga tidak mampu yang tidak bisa berbuat serupa? Jangan menyalahkan sistem, mulailah dari diri kita sendiri," pungkas Judhi. (M-1)

 

SUMBER: http://www.mediaindonesia.com/index.php/news/read/40821/bersih-bersih-dari-ruang-keluarga/2016-04-17